Senin, 25 Juli 2011

ORMEK Resek Vs Politik Busuk

 

Dari maba, senior, ayah, ibu, kakak, emang selalu ngasih peringatan keras untuk nggak gabung sama Organisasi Ekstra Kampus alias Ormek. Alasannya, meraka itu pendoktrin idealisme, mereka bisa saja dengan mudah mengubah pendirian kita yang bahkan sudah llama terbangun. Dan sekarang aku tahu sendiri, dan bahkan lebih dari itu.
Ormek memang nggak boleh secara sah masuk kampus. Tepatnya bukan dilarang, tapi bisa dibilang mereka itu illegal secara hukum, karena di statuta ITS nggak ada ormek boleh masuk dalam kegiatan di kampus.
Tapi mahasiswanya sendiri nggak ada larangan buat gabung. Awalnya aku mengira ormek itu jahat, keras, dan banyak lagi seperti apa yang mereka-keluarga- peringatkan pada ku. Jadi sebisa mungkin aku memang menghindari kegiatan-kegiatan yang menyangkut nama ormek.
Dan sedikit pengetahuanku terpancing soal ormek ketika aku tergabung dalam organisasi eksekutif kampus. Memang disana aku yakin nggak ada warna lain selain birunya ITS. Tapi anehnya pembicaraan ormek justru dinilai tabu disana. Mereka menggunakan istilah warna untuk menginisialkan ormek tertentu.
Hijau utnuk HMI, Double M untuk KAMMI, single M untuk KAMI, merah untuk GMNI, dan mungkin masih banyak lagi yang aku nggak tau.  Ketabuan tentu saja semakin memancing keingintahuan.
Banyak yang masuk ke telingaku. Soal ormek dan ormawa kampus. Yang jelas orang ormek secara khusus mengakder para kadernya untk menduduki posisi-posisi strategis di kamus. Dan setelah itu mereka, yang telah berhasil menduduki posisi strategis harus mencari kader lagi untuk kembali dikader menjadi penerusnya kelak. Bahakan sebelum mereka mendapat jabatan tertentu saja, setiap orang wajib cari satu kader baru.
Awalnya, ya, aku menganggap semua itu angin lalu.
Sampai satu saat aku mencoba membuka lembaran2 kenangan soal pemira. Berdasarkan beberapa sumber, bukan hanya  ormek yang ikut campur dalam bursa presiden kampus. Tapi jauh dari itu, partai politik pun ikut campur tangan. Lewat mana?
Lewat pendanaan kampanye. Rasanya bulshit juga kalo bilang dana kampanye dana mandiri. Lihat saja, calon mengeluarkan apa saja buat kampanye? Kaos, poster, brosur, spanduk, dan banyak lagi. Kalau konferensi pers, maka mereka akan bilang dana dari kantong pribadi, kas himpunan, alumni, bla bla bla.
Mereka, para ormek punya ambisi menjadi penguasa kampus. Mereka saling berlomba-lomba untuk menjadi yang utama di kampus biru ini.
Aku sih nggak masalah dan mengambil pusing, asal itu nggak bawa dampak di kampus biru ini.!!!! Sekali lagi awalnya aku hanya berbikir pikiran2 itu hanya isu yang sengaja di publish untuk menjatuhkan antar ormek. Tapi lambat laun, tak hanya isu belaka. Aku menyadarinya secara langsung. Dan mengalaminya.
Eits, bukan berarti aku anak ormek. Memang pernah sekali waktu aku coba dirayu salah seorang berbendera hijau. Dia, mereka, awalnya coba member tutorial, lalu diajak makan, dan akhirnya di ajak pelatihan. Heeei, ini sudah diambang batas, aku pun menolak pada akhirnya.
Tapi bukan karena itu aku mulai terbuka mata tentang ormek. Tapi ketika aku sendiri mengalaminya saat aku di organisasi eksekutif. Hampir semua petinggi-petingginya adalah orang ormek. Waaw, berarti disni mungkin kalian bakal berfikir, anak ormek hebat2 ya? Memang, bisa dibilang begitu karena kaderisasinya mungkin mereka benar2 digembleng untuk jadi the one, pemimpin disini.
Ya, menteri dan sekmen ku pun orang  ormek. Hijau, dan si Double M. Lengkap bukan.
Okey, sekali lagi aku sangat nggak ambil pusing. Mereka sama sekali tidak membawa bendera mereka ketika di organisasi kami. Pembicaraanpun jarang, bahkan tidak pernah. Seperti yang aku bilang disana tabu. Saking tabu nya, kau merasa muak saat mereka mencoba menyembunyikan identitsa mereka.
Sampai satu saat aku dibenturkan satu kenyataan mengejutkan. Enam puluh persen dari awak ornisasiku ternyata sudah terekrut dalam warna-warna lain selain biru. Aku tak tahu apa itu karena pemimpin2ku atau memang panggilan jiwa mereka. I surely don’t know, and don’t wanna know. Really.
Tapi anehnya penyebaran siapa ketua panitia, siapa2 yang dpilih menjadi pemimpin pun ternyata punya benang merah. Ya, terlihat saja siapa pilihan siapa. Hm, disini aku hanya tertawa hambar. Begini ternyata kebusukan mereka menyimpan siasat mereka.
Aku tak menyalahkan, sungguh. Itu hak mereka. Tapi sekali lagi munafik, mereka sok-sokan mengatakan ormek berbahaya (ketika membahas gerakan2 yang mungkin bersinggungan dengan ormek), tapi mereka sendiri orang ormek. Hahaha, lucu saja. Padahal pernah sekali aku Tanya, mereka bahkan nggak ngaku mereka orang ormek.
“Itu dulu,” katanya. Hahaha, kenapa sih mereka nggak jujur saja. Bikin muak dengernya. Ternyata selama ini, pengikutnya hanya dianggap sebagai kacung untuk memperlancar jalan mereka.
Ya, mungkin ini terdengar sangat subjektif. Tapi, ya inilah yang aku rasakan. Bukan sebagai korban, tapi sebagai orang yang berada di luar system, masuk ke dalam, kemudian melihat kebusukan didalamnya. Itu saja.
Makanya, ketika ada satu teman ingin mencalonkan diri sebagai presiden BEM. Tapi dia sama sekali bukan orang ormek. Saat itu juga aku bilang, cari pemback up dulu aja, gabung ormek sana. Mustahil rasanya tanpa ada bantuan ormek bisa menang mudah. Tapi ditambah catatan, ormeknya harus jauh lebih kuat dari lawan.
Hellow, ternyata inilah politik ya. Mungkin bener nih kata orang Politik itu busuk. Padahal ini masih di kampus, helloooow…..
Tapi dia lalu menolak, katanya dia mau membuktikan, orang2 berkuasa nggak harus orang ormek. Haha, lihat saja, aku jadi penasaran. Gimana ya akhirnya. Semoga dia bisa menganggkat bendera biru tanpa ada bendera lain di hatinya…!!
MUBES IV
Dan kenyataan kembali mampir ke telingaku.soal ormek. Dimana sanggat  jelas ketika mereka coba membawa kepentingan mereka di kampus biru. Membuat onar, membuat perdebatan, memancing isu, dan mencoba menguasai forum.

Jadi inget pas aksi datengnya presiden SBY ke ITS kemarin. Si Hijau tiba-tiba dating dan ikut aksi tepat setlah ITS aksi..

Hmmm aku nggak paham, apa sih yang dikejar ormek2 ini. Benarkah karena dimakan ambisiusitas mereka, semua ini terjadi?? What ever!! Sekarang aku sudah terlanjur kecewa dengan didikan politik di kampus ITS. Baik politikkampus, maupun miniatus politik yang diajarkan lewat perilaku orang2 ormek. Terima Kasih Ormek!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar